Aku hisap dalam-dalam rokok faforitku, bukannya apa tapi itu
rokok terakhir yang aku miliki saat ini. Kopiku masih setengah cangkir tapi
rokokku sudah abis, apes memang kayaknya malam ini, aku perhatikan dua
sahabatku masih pada asik dengan mainan mereka, yaa apa lagi kalau tidak
smartphone. Dan smartphone ini menurutku mempunyai keunggulan yang luar biasa,
dia bisa mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, setidaknya itu yang
aku rasakan malam ini. Aku biasa menghabiskan waktu ditempat sederhana ini,
sebuah angkringan dengan menu khasnya yang terletak disudut kota tuaku.
Terlepas dari semua itu, sekarang aku agak bingung. Tadi Adi salah satu temanku
curhat lagi punya masalah dengan ceweknya sampai mukanya merah dan matanya
berkaca-kaca kayak mau nangis, dan sekarang tiba-tiba senyum-senyum sendiri
sambil lihatin layar Hpnya. Kalau Edo jangan ditanya lagi, dia selalu asyik
dengan hobinya main sudoku sampai lupa segalanya.
“Tadi mau nangis, sekarang senyum-senyum sendiri, memang gak
jelas kamu Di,” sambil melemparkan putung rokokku kearah kakinya.
“Wehh, sialan kau Faa! Hampir hangus aku kena bara rokokmu,”
ketusnya.
“Kamu juga Di, tadi nangis-nangis mau diputusin ceweknya,
sekarang senyum-senyum kayak orang gak punya dosa,” sambil Edo menyeruput kopi
hitamnya.
“Sialan, kalian berdua terlalu lebay, siapa yang
nangis-nangis? Aku ini pria pantang nangis, kuat, pria tabah dan gak mungkin
pusing jika aku,,, sampai diputusin cewekku,” mendadak raut mukanya berubah
lagi, dan kata-kata terakhirnya seperti gak ikhlas saat mengucapkannya.
“Haa haaa haa, ia aku tahu, kamu itu koncoku yang paling
tabah, kuat, baik , yang gak segan-segan untuk mengorbankan apa saja demi
temannya,” hiburku.
“pengorbanan ya, sejujurnya aku gak tahu arti kata itu, dan
aku merasa,,,aku itu terlalu egois Rafa, apa kamu gak sadar?” sambil dia
melihat mataku dalam-dalam dan meminta persetujuanku.
Aku merasa aneh dengan pandangannya itu, mata coklatnya yang
teduh berubah menjadi mata yang penuh selidik, kekecewaan dan marah. Segera aku
palingkan pandanganku kearah rokok Edo, dan langsung mengambilnya. Edo
keheranan melihatku menghisap rokoknya, yang gak biasanya aku doyan rokoknya.
“Apa! Gak bolehkah Do?”
“Enggak,,kayaknya aku merasa ada yang aneh dengan kalian
berdua,Adi aneh sekali kau malam ini, tadi sedih sekali, terus senyum-senyum
sendiri lalu selang beberapa menit balik sedih lagi malah kamu sekarang kayak
orang marah karena kecewa, dan kamu Rafa kamu gak biasanya doyan rokokku
walaupun rokokmu habis sekalipun, dan aku merasa ada sesuatu hal yang agak aneh
dengan perbincangan kalian berdua tadi,” mendadak muka Edo jadi agak serius dan
buru-buru dia matikan Hpnya. Edo mulai memperhatikan aku dan Adi, dia yang
mahasiswa psikologi mau menunjukan kebolehannya dalam membaca pikiran manusia
melalui cara yang entah aku sendiri juga kurang memahami.
“Haaa haaa dan sekarang kamu sendiri yang aneh mendadak jadi
serlock holmes, gak ada yang aneh sama Adi, cuman Adi yang punya masalah dengan
ceweknya malah aku ini yang kena marah kayaknya seolah-olah aku akar dari
masalahnya,” ejekku pada Adi sambil senyum sinis.
“Rafa,,Rafa ternyata benar kata teman-teman SMKmu kalau kamu
itu cowok sejuta misteri, penuh dengan kejutan, mungkin juga kebohongan.”
Aku mulai merasakan atmosfirnya sudah berbeda, sekarang kondisi
psikis Adi sepertinya lagi gak stabil lebih seperti gunung berapi yang siap memuntahkan
laharnya. Edo dan aku hanya saling pandang mencoba meraba-raba apa maksud dari
semua perkataannya tadi yang dialamatkan padaku.
“Apakah kamu tahu Do? Aku tadi senyum-senyum kenapa,” sambil
mata Adi melirik ke arah Edo yang ada ditengah-tengah kami berdua.
“Aku gak tahu, dan sejujurnya aku gak mau tahu dengan
masalah yang mewek-mewek gitu.”
Dasar Edo ,aku tahu persis siapa dia dan apa yang selalu dia
kerjakan. Diam-diam dia menjadikan aku dan Adi sebagai bahan penilitiannya, dan
yang paling aku heran kan dia lebih mengenal diriku daripada aku sendiri. Itu
semua aku ketahui tanpa sengaja saat aku tidur dirumahnya dan melihat buku
catatan harian milik Edo. Karena penasaran aku baca aja, dan ternyata isinya
bukan catatan harian tapi segala hal tentang psikologi manusia dan daftar
orang-orang yang diteliti perilakunya, dan selain aku dan Adi masih ada tujuh
orang lagi. Tapi kali ini dia berlagak tidak tahu apa-apa tentang Adi dan
perasaannya padahal dia tahu persis kepribadian Adi.
“Ya aku tahu cowok-cowok tipe kayak kamu Do, lebih suka main
game dan baca buku daripada ngurusin urusan orang lain, dan asal kamu tahu saat
kamu bilang aku aneh dengan perubahan perasaanku tadi dari sedih terus
senyum-senyum sendiri itu semua karena aku mengetahui kebenaran-kebenaran yang
aku sendiri tak tahu harus sedih atau bahagia,” sambil pandangan Adi diarahkan
kelangit yang bergantung bulan sabit.
“Kebenaran apa Di,” selaku.
“kebenaran tentang wanita yang aku cintai, yang aku doakan
dalam setiap ibadahku, yang aku doakan dalam diamku, kebenaran tentang hatinya
dan yang membuat aku sakit,,,,adalah kebohongan
dalam kisah kami berdua,,,mungkin lebih tepatnya bertiga.”
“Jujur aku semakin bingung Di.”
“Udahlah Fa,,,kamu jangan pura-pura kayak pria tolol yang
gak tahu apa-apa.”
“Hei,,hei apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi antara kalian
berdua.”
“Kamu Do,,sejauh mana kamu mengenal Rafa teman baik kita?”
“Dii,,maksud kamu apa? Kamu jadi aneh sekali malam ini gak
kayak biasanya, apa karena Maya? Kamu jadi aneh seperti ini,” dengan nada agak
tinggi dan penekanan pada kata-kataku.
“Kamu gak usah nyalahin Maya Fa, dan ternyata kamu pintar
akting juga ya Fa?” sambil dia menyalakan rokoknya.
Aku lihat Edo yang disampingku udah mulai mau angkat bicara.
Aku yang masih agak bingung dengan kondisi ini mulai sedikit gak nyaman dan
mulai mencari rokoknya Edo, berharap dengan menghisap nikotin aku bisa agak
tenang menghadapi temanku yang mulai kehilangan kesadarannya dan agak gila
dengan omongannya.
“Aku senyum-senyum tadi hanya ingin menyembunyikan
kesedihanku aja Do, aku kecewa dengan sahabat kita yang sudah aku anggap
saudara kita sendiri,” sambil dia melirik ke arahku dan jari telunjuknya
mengarah tepat di wajahku.
“Wooe ! kau Adi, dan kau juga Rafa, apa yang sebenarnya yang
kau sembunyikan dariku, jangan sampai gara-gara masalah sepele persahabatan
kita jadi berantakan,” ucap Edo dengan sedikit membentak aku dan Adi.
Aku mulai curiga ,jangan-jangan apa yang aku kawatirkan
selama ini,,,”gak mungkin,,gak mungkin” gumamku dalam hati.
“Maya itu gadis polos, baik, sopan, ceria, cantik juga
pintar. Betapa gembiranya aku Do, saat pengejaranku yang cukup lama dan
dibumbui dengan dua kali penolakan, yang akhirnya dua bulan yang lalu dia
menerimaku dengan dua syarat, yang pertama aku harus buat dia selalu tertawa
saat kita bersama dan yang kedua dia
ingin aku jadi pendengar yang baik saat dia bercerita, dia juga sering ngajak
aku melihat matahari terbit, matahari terbenam, dan yang buat aku heran dan
sedikit jengkel plus ngeri, dia pernah maksa aku untuk mengantarkan dia ke
kuburan cina kuno jam 11 malam hanya untuk melihat purnama.”
“Jadi karena itu sekarang kalian bertengkar?” sela Edo.
“Bukan Do, walaupun aku gak begitu suka dengan hal-hal itu,
tapi aku gak pernah nolak semua permintaannya.Tapi saat kita bersama dia gak
jarang bercerita tentang seorang cowok
yang senang jalan kehutan sendirian, yang senang menikmati purnama
sambil minum kopi, yang senang menjelajah ke tempat yang belum dia kunjungi,
cowok itu juga suka ngisengin temannya sendiri dan cenderung urakan dan
terakhir dia selalu buat orang disekelilingnya tertawa dengan cerita dia,,,dan
kita semua tahu Do siapa orangnya.”
“Siapa Di? Apa,,jangan-jangan kamu Fa.”
“Aku,,,apa lagi ini, aku semakin gak ngerti dengan apa yang
kau bicarakan Di, jangan kau masukan aku dalam kisah asmaramu Di, perasaan aku
gak pernah ganggu hubungan kalian berdua,,,kamu sahabatku, dan Maya juga
sahabatku, mana mungkin aku tega
ngrecokin hubungan kalian berdua.”
“Betul itu Di,,mana mungkin Rafa melakukan itu, mengapa kamu
seperti marah betul sama Rafa, cerita Di, biar tak ada kebohongan antara kita.”
“Kemarin aku ketemu Isna teman dekat Maya dan cewek yang
selalu dekat dengan Rafa, aku ketemu dia di toko buku dan kuajak dia di cafe
tempat biasa kita ngumpul Do, diapun mau dan akhirnya kami ngobrol panjan
lebar, mulai dari buku sampai tentang kamu RAFAEL ABDI NEGARA.”
“kalian gosipin aku? Memangnya ada yang menarik dariku untuk
dibicarakan,” ledekku.
“Ada ,,,kisahmu dengan Maya yang kau rahasiakan dariku dan
aku yakin Edo juga tidak tahu.”
Aku liat Edo mulai menerka-nerka apa yang disampaikan Adi,
dan sekarang aku mulai mengerti arah pembicaraan Adi. Aku juga gak tahu
kejutan-kejutan apa yang menantiku di menit-menit yang akan datang.
“Di,,,apapun masalahnya antara kalian berdua, aku mohon
bicarakan baik-baik,” ucap Edo.
“Isna cerita banyak tentang kalian berdua Fa, aku tahu hubungan
kalian berdua, saat aku mengetahui dari Isna,,, hatiku sakit, aku seperti pria
tolol yang dibutakan oleh cinta sampai aku gak peka dengan sekelilingku juga
sahabatku.”
Aku hanya diam, menundukan pandanganku dan sesekali melihat
ekspresi Edo yang menatapku dengan tatapan aneh, sepertinya dia udah mulai
paham dengan situasi ini.
“Dan sekarang aku tahu mengapa Maya begitu sering cerita
mengenai dirimu yang sebenarnya menggangguku, tapi aku tak berani untuk
mempertanyakannya,,takut merusak suasana hatinya dan jujur aku bahagia saat dia
tersenyum dengan senyum polosnya.”
“Tapi Di, bukannya Rafa dekatnya dengan Isna bukan Maya, dan
kukira mereka berdua udah pacaran malah, lalu apalagi Di ? cerita mengenai Rafa
dan Maya yang belum aku ketahui.” Selidik Edo.
“Tadi saat aku senyum-senyum dan kalian mempertanyakan hal itu, saat itu aku BBMan dengan Maya dan
mempertanyakan hubungannya dengan Rafa, dan ternyata Maya mengakuinya. Dia pun
bilang bahwa dia masih menyimpan rasa dengan Rafa, dan soal perasaannya
denganku dia pun jujur bahwa sebenarnya dia menyayangiku tapi tidak
menginginkanku,,,,,aku bingung saat mengetahui itu semua, katakan apa yang
harus aku lakukan Fa ?”
Tiba-tiba dia diam, selang beberapa detik dia senyum aneh
dan melirikku. Dan tiba-tiba,,,
BUUKKK,,, Dan bogem mentah telah mendarat di pelipis mataku.
Aku rasakan ada sedikit darat mengucur melewati pipiku. Anehnya aku hanya diam
aja ketika ada orang meninjuku sampai berdarah, mungkin karena dia sahabatku sehingga
aku tidak tega untuk membalasnya.
“ADI ! apa yang kamu lakukan! Ingat kita itu sahabatan udah
lama, lagian bisa kan dibicarakan dengan baik-baik.” Sambil tangan Edo
memegangi tubuh Adi.
“Kenapa kamu hanya diam Fa,,kenapa kamu gak balas pukulanku?
Asal kamu tahu Fa, itu tidak sebanding dengan SAKITKU RAFAA!”
“Aku takan melawan saudaraku sendiri,” sambil aku lap
darahku dengan sapu tangan milikku.
“Pengecut kamu FA, mana RAFAEL yang kukenal? Yang sering
berantem dengan siapa saja.”
“DI,,udah lah kamu bisa gak tenang,biar Rafa menjelaskan
semuanya jangan main kasar kamu DI,,ini bukan temanku yang kukenal,” sela Edo.
Aku mulai tersulut emosiku, bukan karena pukulannya tapi
karena perkataannya, aku sangat tidak suka kalau dibilang pengecut. Aku matikan
rokokku dan mulai menggulung lengan kaosku.
“Apa kamu menginginkan perkelahian Di denganku, jika ya akan
aku sanggupi Di, biar kamu senang,,, tapi jangan pernah salahkan aku jika kau
sampai terluka apa lagi mati.” Ucapku dengan pandangan mengintimidasi ke arah
Adi.
Tapi Edo menatapku dalam-dalam seolah dia tidak menginginkan
hal itu terjadi, aku hanya menggempalkan jari-jariku dan akhirnya aku hantamkan
kepalan tanganku dilangit-langit dan sedikit berteriak “aaarghh.”
“sudah cukup, hentikan semua ini, apa kalian gak sadar
dilihat orang banyak pertikaian kalian berdua ini.”
Tiba-tiba Adi melepaskan pegangan Edo dan memeluku sambil
terisak. Dia menangis sejadi-jadinya, aku gak pernah lihat adi sampai sehancur
ini. Tubuhku hanya diam saja saat dipeluk Adi, aku bingung mau berkata apa,,,”Tuhan
aku tahu aku salah, tapi aku tak pernah menyangka akan jadi seperti ini ulahku.”
Gumamku dalam hati.
Edo Cuma melihat kami tanpa berkata apa-apa, tapi dia tetap
siaga jika terjadi hal-hal yang gak diinginkannya.
“kenapa FA ? kenapa kamu melakukan ini semua? Apa aku
seperti pria yang minta dikasihani,,aku tahu kalian pernah pacaran dan kamu
memutuskan Maya secara tiba-tiba tanpa ada masalah sedikit pun, apa kamu tahu
sampai sekarang Maya masih penasaran kenapa kamu mutusin dia begitu aja? Aku
minta maaf Rafa,,aku minta maaf jika memang semua ini karena aku, aku tahu Fa
kamu mutusin Maya karena aku juga menyukainya, udah gak usah kamu tutupi lagi
ini semua.”
“Kamu ngomong apa sih Di? Coba lepaskan aku dari pelukanmu
ini, aku gak mau dikira homo sama Edo.”
Edo heran mendengar kata-kataku, dan dia sedikit tersenyum
kearahku.
“Ia Fa aku dah tahu semuanya dari Isna, kamu rela membuang
cintamu hanya untukku sahabatmu, tapi aku gak terima kamu melakukan itu,
sekarang aku mau kamu lanjutin hubungan kalian lagi, aku gak mau jadi rumput
liar di taman yang sedang bermekaran bunga-bunganya,” sambil Adi melepaskan
rangkulan kedua tangannya.
“Huuft,,baiklah aku akan mengatakannya,,,memang aku pernah
pacaran sama dia, dan sekarang udah putus, tapi bukan karena kamu DIMAS ADI
PRASETYO NUGROHO, ada alasan yang kamu gak perlu tahu, yang jelas aku gak
mungkin sama dia lagi.”
“bohong kamu rafa!”
“terserah apa kamu bilang, yang jelas aku gak sebaik yang
kamu kira dan aku gak seburuk yang kamu bayangkan selama ini.”
Sambil aku berdiri merapikan rambutku biar tetap cool, he
he. Dan kulihat psikologku masih memandangi aku dan tersenyum bahagia melihat
gaya sok kerenku, dia mengambil Hpnya dan mulai mengutak-atik lagi benda
persegi panjang itu. Dan Adi masih melihatku dengan berjuta pertanyaan yang
siap ditembakan kepadaku.
“kamu sudah puaskan dengan jawabanku, atau kamu lebih
percaya Isna daripada sahabatmu ini?” sambil aku pegang pundaknya dan mulai
berjalan meninggalkan mereka berdua.
“DOO,,bayarin kopiku dulu ya, aku mau cabut dulu, temani Adi
kayaknya dia butuh wejanganmu sebagai pakar psikologi,” teriakku.
Edo hanya mengangkat jempol tanda dia setuju. Sekarang aku
meninggalkan mereka berdua di angkringan sederhana itu.
Sial kenapa Isna
sampai membocorkan ini semua, haah kayaknya aku harus kopidarat sama dia minta
penjelasan kenapa dia melakukan ini padahal dia janji gak kan membocorkannya
pada siapapun. Kulajukan motorku menembus angin malam di kota tanpa laut ini.
Aku tak merasakan dingin lagi karena kejadian tadi, tiba-tiba Hpku bergetar
pertanda ada sms masuk, aku ambil barang persegi panjang miliku di kantong
celanaku, dan kulihat layarnya bertuliskan “ada satu pesan masuk” kulihat
ternyata dari Edo. Apalagi ini Edo sms aku yang lagi berkendara ini, tapi
karena penasaran aku baca aja, “ wooeh bedes elek, kamu bisa aja bohongin Adi
tapi kamu gak bisa bohongin master psikologi, dan kamu aktor yang baik ndes =)
=) ‘’
Dasar EDO ,,,sok tahunya itu yang buat aku senang berteman
dengannya.
0 komentar:
Posting Komentar
komentar anda sangat di butuhkan di blog sederhana ini